Terkadang, seorang manusia hanya perlu diam dan tidak bergerak untuk bisa menjadi seorang malaikat penggoda bagi orang lain. Ketika dia hanya perlu bernapas bergerak layaknya manusia pada umumnya, berbicara, berkedip, menggerakkan tubuh karena pekerjaan yang memerlukan hal itu, entahlah siapa yang salah mungkin tubuh dari orang itu sendiri atau mata/otak dari Hokuto yang tidak bisa melihatnya dengan cara normal bagaimana teman-teman yang lain melihat. Meskipun sebenarnya, Hokuto tidak pernah melihat Jesse melihat Taiga dengan tatapan yang sama sepertinya, dia pun tidak pernah melihat Juri, Yugo ataupun Shintaro dengan tatapan yang sama sudah berarti itu salah Hokuto benar ‘kan?
Dia tidak bisa untuk tidak mengalihkan pandangannya dari Taiga setiap kali keduanya sedang berada dalam satu ruangan yang sama, Hokuto sama sekali bukanlah orang yang terbilang dekat dengan Taiga dan mereka pun baru bertukar media obrolan terhitung dalam waktu satu tahun bahkan mungkin masih bulan— entahlah, Hokuto tidak menghitung tapi bisa-bisanya dengan kurang ajar mata dan otak Hokuto ini malah melihat Taiga dengan pandangan seperti itu.
Sejak kapan, ya? Hokuto pun tidak ingat kapan dia melihat Taiga dengan pandangan seperti itu, dia tidak tahu sejak kapan dirinya setiap kali melihat Taiga akan merasakan sebuah perasaan panas menggila yang setiap kali ada kesempatan selalu rasanya Hokuto ingin melingkarkan tangan atau bahkan membawa Taiga menuju ke sebuah tempat sepi yang membuat pria itu hanya mengingat namanya saja. Memang gila pemikiran Hokuto ini tapi dia pun tidak dapat memikirkan hal lain selain itu setiap kali mereka berdua saja, makanya untuk tidak berdua saja dengan Taiga ini Hokuto selalu mencari alasan bahwa ia masih canggung dan akan berakhir dengan membawa-bawa Juri dalam masalah mereka tanpa pemuda itu ketahui maksud sebenarnya dari kelakuan Hokuto.
“Ayolah, kalian ini sudah bersama berapa tahun sampai-sampai harus ditemani begini setiap kali hanya berdua?” tanya Juri jengah ketika momen berdua saja antara Hokuto dan Taiga sudah berakhir, mereka berdua akhirnya berada di ruang latihan setelah tadi Taiga pergi terlebih dahulu karena dia masih ada urusan dengan karirnya sebagai seorang aktor.
“Kau tidak mengerti …” Juri ini benar-benar tidak akan mengerti mengenai apa yang sedang dialami oleh Hokuto kecuali dia sendiri yang mengalami hal itu pada dirinya yang mana itu hal tidak mungkin melihat kalau Juri ini seperti tidak ada ketertarikan seperti itu pada Taiga. Mana mungkin, mana mungkin Juri akan mengerti.
“Atau alasanmu sebenarnya bukan itu?”
“HAH?”
Hokuto yang tiba-tiba saja berdiri dari duduknya membuat Juri memicingkan mata curiga akan bagaimana Hokuto bereaksi. Padahal maksud Juri itu luas, luas sekali kalau Hokuto pikirkan lagi dengan pikirannya yang bersih dan juga jernih, tapi sayang sekarang ia tengah kembali terbayang-bayang dengan wajah penuh keringat Taiga beberapa saat lalu ditambah lagi bagaimana tubuh itu bergerak ketika mereka berlatih membuat Hokuto tidak bisa menahan agar pikirannya diam di tempat dan bahkan ketika mereka berdua ada kontak fisik, Hokuto menahan napas karena dia pun sampai lupa bagaimana caranya bernapas hanya dengan menatap wajah Taiga saja.
“Kenapa reaksimu begitu?” Juri masih memicing ketika ia lihat bahwa wajah Hokuto kini memerah dengan pertanyaan Juri, telinganya pun sangat jelas memerah karena itu membuat Juri semakin curiga saja. “Kau ….”
“Baik aku mengaku—”
“Kau malu ya kalau berdua saja sama Kyomo?/Aku menyukai dia!”
“......”
Oh, ah.
Suasana macam apa sekarang yang sedang mereka hadapi? Kenapa tadi mulut Juri mengeluarkan suara memekik layaknya seorang gadis yang roknya diintip? Kenapa pula tadi Hokuto memiliki keinginan untuk memukulkan sebuah benda tumpul ke kepalanya dan kepala Juri agar mereka bisa melupakan momen beberapa detik lalu? Kenapa tadi? Kenapa sekarang Juri tidak bisa berhenti tertawa dan Hokuto diam di tempat dengan wajah memerah padam sembari terus berusaha menyembunyikan dirinya di balik tembok?
“Oh gila! Gila!”
Memang Matsumura Hokuto itu gila.
Dia gila karena membiarkan dirinya sendiri membongkar sebuah hal yang selalu menjadi rahasianya pada seorang Tanaka Juri yang nanti akan terus menggoda Hokuto meskipun secara tidak langsung. Memang Matsumura Hokuto itu gila setelah dia terus-terusan melihat Taiga seperti seorang malaikat penggoda sekarang dirinya dengan kurang ajar berkata bahwa ia menyukai Taiga seperti orang bodoh. Dia memang gila karena berkata suka padahal hatinya pun belum jelas apakah itu memang benar sebuah perasaan atau hanya sebuah nafsu belaka, Hokuto gila karena bila suatu saat Taiga mengetahui hal itu dia pasti akan sangat kecewa pada fakta bahwa Hokuto pun masih belum pasti akan perasaannya.
Padahal … Taiga pun belum pasti menyukai Hokuto dengan cara begitu.
Yang jelas sekarang Hokuto hanya bisa menghela napas begitu tawa dari Juri masih belum berhenti karena dia pun nampaknya sangat puas sekali dengan pengakuan Hokuto karena rasa panik. Oh, lihatlah air matanya itu puas sekali menertawakan Hokuto.
“Bisakah kau berhenti ….” Hokuto terlihat memohon masih bersembunyi di balik tembok karena dia tidak mau berhadapan langsung dengan Juri yang sepertinya pun sangat puas menertawakan Hokuto entah kenapa bisa dia sangat sepuas itu padahal itu hanya sebuah pernyataan biasa yang tiba-tiba, tanpa sengaja dan sebuah kepanikan. Serta sebuah pernyataan dari Hokuto karena dia sendiri bingung dengan apa yang tengah dirasakannya selain rasa suka yang mendekati karena hei! Tidak mungkin Hokuto berkata kalau dia ingin melakukan hubungan seks dengan Taiga ‘kan? Bisa-bisa Juri bukannya tertawa seperti sekarang malah menatap ngeri Hokuto.
Ah, kalau dipikir-pikir memang lebih baik ditertawakan saja oleh Juri dibandingkan harus terjadi hal kedua. Setidaknya dengan begini Hokuto bisa menyembunyikan rasa gila nya itu pada Taiga dibalik suka. Kurang ajar memang tapi entah apa yang harus Hokuto lakukan untuk menutupinya lagi selain dengan kata suka.
“Maaf, habisnya lucu dan gila saja kalau kau ternyata menyukai Kyomo.” Juri pun memposisikan dirinya duduk, dia mengisyaratkan Hokuto untuk duduk di sebelahnya membuat Hokuto mau tidak mau keluar dari persembunyian dan duduk di sebelah Juri seakan hendak mendengarkan perkataan apapun yang akan keluar dari Juri.
“Jadi, sejak kapan kau mulai menyukai anak itu?”
Oh. Seharusnya Hokuto sudah menduga pertanyaan ini tapi dia tetap saja terkejut karena pertanyaan Juri, jadi bagaimana Hokuto harus katakan bahwa dia sebenarnya tidak menyukai dalam konteks itu tapi dalam konteks itu ? Benar-benar dirinya ini harus pintar-pintar mengarang cerita.
Persoalan Hokuto pada Taiga itu dibiarkan berlalu begitu saja oleh Juri ketika mereka bersama-sama, dia tidak pernah menggoda Hokuto persoalan Taiga dan membiarkan pria berusia 28 tahun itu menikmati ketenangannya setiap kali mereka berenam bersama, sangat berbeda sekali tiap kali Hokuto dan Juri hanya berdua. Dia pun ingin meminta tolong pada Jesse untuk menemaninya setiap kali tengah berlatih berdua saja dengan Taiga untuk panggung mereka mendatang pasti selalu ditolak karena Jesse mementingkan waktu berdua dengan kekasihnya, member tertua mereka yakni Yugo.
Pernah Juri memergoki Hokuto yang meminta bantuan pada Jesse dan dengan sebuah seyuman penuh kemenangan dia melambai seakan-akan mengetahui bahwa Hokuto pasti akan datang padanya lagi. Akhirnya pun Hokuto dengan wajah yang penuh kekesalan mengisyaratkan Juri agar mengikutinya menuju ruang latihan dimana Taiga sudah berada di sana sembari melihat video latihan mereka sebelumnya, melihat sosok itu tidak menyadari kehadiran dua orang lain membuat Hokuto hanya terdiam dan Juri di belakangnya pun tertawa tanpa suara sebelum mendorong Hokuto masuk.
“Loh, Hokuto sudah datang. Maaf ya tadi aku terlalu berfokus pada video latihan.” Taiga memberikan sebuah senyuman padanya membuat Hokuto hanya mengangguk-angguk bergumam tidak apa-apa dengan canggung sembari ia memberikan umpatan melalui jarinya pada Juri di belakang. Taiga sendiri dia sudah terbiasa akan kehadiran Juri di setiap mereka latihan, alasan yang diketahui oleh Taiga pun karena Juri ingin melihat latihan Hokuto meskipun pria itu tahu bahwa Hokuto lah yang membawa Juri karena hubungan mereka memanglah masih canggung meskipun tidak secanggung dahulu.
“Kalau begitu, mari kita mulai latihan sekarang?” Hokuto berkata setelah ia akhirnya tidak merasa kesal lagi karena tiba-tiba didorong oleh Juri masuk ke dalam ruang latihan.
Yang namanya perasaan itu memang kadang suka berubah-ubah mau bagaimanapun berusahanya kau menjaga agar perasaan tersebut tetap saja. Komitmen dan prinsip yang kuat diperlukan agar menjaga perasaan tersebut tetap sama sehingga tidak ada perubahan yang tidak berarti, karena itulah seorang Hokuto merasa jika dirinya memiliki komitmen lemah dalam dirinya sendiri.
Perasaan yang dulu dia miliki pada Taiga bukannya menghilang, bukan hal itu, karena kalau hal itu terjadi maka Hokuto akan bersujud syukur kepada Tuhan bahkan mendatangi kuil dengan rajin memberikan berapapun sen yang diinginkan seraya bersyukur bahwa perasaannya pada Taiga ini sudah hilang. Masalahnya adalah bahwa perasaan Hokuto pada Taiga ini masih sama. Lebih kuat malah bukan hanya sekedar ingin berhubungan badan saja tapi sudah sampai ingin memiliki. Memiliki dalam artian ingin agar lelaki itu menjadi milik Hokuto sepenuhnya yang bisa diumumkan pada dunia ini bahwa Kyomoto Taiga sekarang adalah milik Matsumura Hokuto meskipun hal itu tidak mungkin karena norma yang berlaku tidak akan membiarkan keduanya bersama dengan tenang.
Perasaan Hokuto ini semakin pekat, semakin kuat dan semakin membuatnya merasa memiliki perasaan itu begitu berat. Dia sudah memiliki teman bercerita memang dan itu adalah Juri, tak ada pula lagi bagi Hokuto bahwa hampir setiap harinya Hokuto akan membawa (menyeret) Juri masuk ke dalam sesi latihan karena konser mereka ini sudah selesai. Helaan napas pun terdengar dari arah Hokuto dari lobi tempat agensi mereka berada dan di sana sudah ada Juri yang selalu mendengar segala keluh kesah dari Hokuto.
“Jadi, sekarang apa yang kau mau? Sudah mau tiga bulan sejak kau berkata bahwa kau menyukai orang itu tapi tetap saja tidak ada perubahan.” Juri akhirnya bersuara setelah mereka habiskan waktu sekitar sepuluh menit dalam diam tapi Hokuto pun masih tidak ada niatan untuk bersuara setelah diprovokasi oleh Juri.
“Aku ingin menyatakan perasaanku, Juri.” Hokuto menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap langit-langit agensi yang dipenuhi oleh lampu meskipun sekarang masihlah terhitung siang hari.
“Kalau begitu lakukan.”
“Aku tidak memiliki keberanian!”
Hokuto langsung menegakkan tubuhnya ketika tiba-tiba seorang lelaki berdiri tepat di lobi tempat mereka berada, dia berdiri seraya memegang sebuah air putih di tangannya dan kehadiran orang itu jelas membuat kedua orang itu mematung sangat berbeda reaksinya dengan sang lelaki yang tengah menatap polos mereka berdua tidak mengetahui apa yang tengah dibicarakan.
“Tadinya aku ingin menumpang duduk, tapi sepertinya kalian berdua sedang berbicara serius, ya?” Kyomoto Taiga, lelaki yang sedari tadi menjadi bahan topik utama pembicaraan membuka suara.
“Ah ….” Baik Hokuto maupun Juri saling bertatapan dimana Hokuto menggeleng-geleng tanda bahwa dia tidak ingin Juri untuk macam-macam tapi senyuman Juri itu menandakan kalau dirinya tidak dalam keadaan yang baik-baik saja dan benar, setelah beberapa saat di waktu detik yang tanpa disadari pun kini hanya tersisa Taiga dan Hokuto saja berdua tanpa Juri.
Tanaka Juri itu … benar-benar bisa menjadi sebuah bencana dan berkah disaat yang bersamaan, setelah tadi dia ditinggalkan berdua saja dengan Taiga mereka berdua pun memilih untuk jalan bersama ke kantin agensi sekedar untuk membeli camilan agar tidak terlalu canggung dan lagian juga Taiga tidak mau tiba-tiba pergi rasanya tidak sopan. Daripada berakhir canggung alangkah baiknya untuk kedua orang ini bersama-sama membeli cemilan dan kembali ke lobi untuk menghabiskan waktu bersama bukan? Mereka mengobrol-ngobrol ringan mengenai berbagai macam hal sehingga dirasa suasana canggungnya menghilang dan berganti menjadi sebuah obrolan mengalir bagaikan air di sungai.
Beberapa kali Hokuto dan Taiga tertawa karena meskipun humor mereka cukup berbeda tapi mereka pada akhirnya bisa saling nyambung beberapa kali karena pada dasarnya bahan lelucon itu sama hanya berbeda beberapa aspek saja sehingga terdengar berbeda ketika keluar dari mulut dan setelahnya, baik Taiga maupun Hokuto berpamitan kalau mereka punya jadwalnya padahal Hokuto tidak memiliki jadwal apapun kecuali yang dia lakukan sebelumnya. Maka dari itu, segera dia ganggu lagi Juri melalui LINE dan menghubunginya kalau ternyata Juri itu benar-benar seorang penyelamat di hari itu kemudian berjanji suatu saat Hokuto akan mentraktir Juri untuk makan sesuatu, intinya ingatkan saja.
Dan tampaknya pun Hokuto yang bodoh ini tidak sadar kalau di sisi lain Juri tengah jengah juga bahwa dia harus menghadapi dua orang kasmaran.
Benar, tidak salah baca. Dua orang kasmaran. Hokuto dan Taiga.
“Benar-benar dua orang ini aku saja tidak memiliki pacar sialan!”
Berdo’alah untuk Tanaka Juri agar dirinya segera diberi kesabaran lebih oleh Tuhan.